Ngangsu Budaya: Menanam Budaya Asli pada Era Digitalisasi dari Pengaruh Globalisasi

TULUNGAGUNG – HMPS Tadris Bahasa Indonesia UIN SATU menggelar kegiatan Ngangsu budaya dengan tema Menanam Budaya Asli pada Era Digitalisasi dari Pengaruh Globalisasi. Kegiatan ini diselenggarakan di Rumah Bahasa Avicenna pada tanggal 27 Oktober 2023.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengulas sedikit tentang kepewaraan sebagai budaya orang Indonesia dari suku jawa. Kemudian juga sebagai gambaran dari pilihan mata kuliah peminatan mahasiswa tadris bahasa Indonesia di semester empat nanti. Kegiatan ini mendatangkan narasumber yang merupakan salah satu Dosen Tadris Bahasa Indonesia yaitu Bapak Bagus Wahyu Setyawan M,Pd dari budayawan dan kepewaraan.

Bersama Sahabat Lukman Setyawan selaku Duta Berbakat 2023 sebagai moderatornya. Kegiatan ini sifatnya diskusi dan sharing-sharing santai bincang tentang kepewaraan.

“Pewara berlatih keterampilan berbahasa Kalau kita terampil, maka kita akan menjadi mahir, setelah mahir kita akan menjadi pakar, semua orang bisa berbicara, tetapi tidak semua orang bisa menguasai ilmu pewara,” terang Pak Bagus sebagai pemantik materi.

Fatma salah satu mahasiswa yang hadir dalam kegiatan ini menambahkan, jika setiap acara membutuhkan pewara, pewara ini berfungsi sebagai orang yang mengendalikan teknis jalannya acara.

“Silahkan wadah-wadah yang ada di Tadris Bahasa Indonesia ini dimanfaatkan, buat buletin, untuk mengakomodir karya mahasiswa, sebagai bentuk kegiatan yang positif di prodi. Saya bisa berbicara seperti ini karena dulu saya pernah mengawali mendirikan HMP, di dalam HMP ini nanti akan ada UKM yang muncul seperti ian paguyuban penulis Jawa, Jawa akustik, Wibowopelaras, hal ini bisa dimunculkan di HMPS sebagai sarana aktualisasi diri,” jelas Pak Bagus lagi.

Jawa itu ada filsafatnya, (golek jeneng ndisik baru golek jenang) bermanfaat bagi banyak orang maka hal baik akan mengikuti. Manfaatkan pewara, menjadi seorang pendidik, guru bahasa sudah pasti menjadi MC, sebagai spesialisasi diri melatih kemampuan bahasa yang produktif.

Buatlah diri kalian sekarang ini untuk membuat persiapan kalian dimasa mendatang, jangan mengandalkan soft skill yang hanya berada di dalam kelas saja tetapi juga manfaatkan segala kesempatan yang ada di instansi- instansi kampus.

Naskah drama karya Pak Bagus ada dua, yang pertama berjudul Jalu, yang kedua Sandiwara bahasa Jawa, dan keduanya telah dianalisis oleh mahasiswa.

“Saya pernah menciptakan Antologi Geguritan ing Wangsa, dengan teknik setiap hari nulis, entah hanya satu tulisan satu bulan terkumpul menjadi antologi,” kata dia.

David Yogi, mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia UIN SATU juga menjelaskan, kuncinya setiap hari nulis walau hanya sepatah atau dua patah kata. Punya keterampilan produktif bisa diterapkan. Misal punya pada peminatan pewara bisa dimanfaatkan. Bahasa seperti ekspedisi literasi yang berbentuk kegiatan bedah buku, kemudian ada Kelana ekspedisi yaitu mengeksplor ke alam lalu diaktualisasikan dalam tulisan sebagai bentuk karya tulis. 

“Apa saja bahasan dan kelebihan mata kuliah pewara?” pertanyaan dari Mbak Ummah semester 3.

Rupanya, mata kuliah Pewara akan melatih berbicara, penyiaran, penyuntingan, jurnalistik, melatih berbicara didepan umum, melatih keterampilan berbahasa, yang bertujuan menulis naskah kepewaraan di semester 5 nanti.

Pada tahap awal diajari dasar-dasar dari tugas seorang pewara, outputnya nanti minimal ketika diminta berbicara di depan umum akan memiliki mental yang kuat, mampu bersosialisasi dengan orang-orang yang baru, akan memiliki skill yang belum tentu dimiliki orang lain, semua orang bisa bicara tetapi belum tentu semua orang mampu memiliki seni MC.

Selain itu bisa menjadi voice over (pengisi suara), sporty five. Diajarkan budaya Jawa seperti tata cara Temanten (filosofi manten). Melatih mental, melatih publik speaking yang saya berikan dasar-dasar dulu belajar teknik olah vokal, olah tubuh, setelah itu baru membaca naskah.

“Jargon memayu hayuning bawana terlalu tinggi, saya milih memayu hayuning jiwa, kedamaian dulu, baru nanti muncul memayu hayuning pribadi, memayu hayuning kulawarga, memayu hayuning sesami, dan akan memayu hayuning bawana,” jelas Pak Bagus

Menurut Pak Bagus, dengan mengenali filosofi dan mitologi apa dari budaya tersebut, dengan demikian budaya tersebut terawat, karena merawat budaya tidak semudah merawat benda-benda mati di Museum.

“Ingat kita tinggal di Jawa harus menghormati kahananan orang Jawa. Di mana bumi berpijak disitu langit dijunjung. Kita harus menghormati adat istiadat, budaya yang berlaku di masyarakat tanpa mengesampingkan jati diri kita,” pungkasnya.